TKW Terancam Hukuman Mati di China

Nur Bidayati (38), TKW yang dijatuhi hukuman mati di China, meminta perhatian pemerintah. Lewat suratnya yang disampaikan kepada keluarga, Bidayati mengaku tidak pernah dijenguk oleh perwakilan pemerintah RI selama menunggu eksekusi mati di Rutan Kota Guang Zhou.

"Bapak, ijinkan Nanda (panggilan Bidayati-red) meminta tolong. Suruhlah Dinda Arif atau Johar untuk mengirim surat kepada Bapak Presiden. Tolong tanyakan mengapa Kosulat/KBRI tidak pernah menjenguk Nanda di penjara? Sementara dari berbagai negara lain, konsulat menjenguk narapidananya, ngirim surat dan bahkan membagi uang, konsulat mereka ada punya rasa tanggung jawab," tulis Bidayati.

Surat itu dibawa oleh Masruri, ayah Bidayati, saat mengadu ke anggota DPR Rieke Diah Pitaloka di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2011). Surat dengan tulisan tangan itu tertanggal 19 Maret 2011, atau setahun setelah divonis mati Pengadilan Tinggi Guang Zhou.

"Dulu ketika Nanda menjadi seorang TKI mereka memujiku sebagai seroang pahlawan devisa negara, dan sekarang apakah pantas mereka/konsulat yang hanya satu-satunya family di negeri China tidak memperdulikan?"tulis Bidayati lagi.

Masruri yang datang ke DPR bersama anak sulung Bidayati, Azis, meminta pemerintah Indonesia mendeportasi anaknya dari China. Adapun Azis sangat menginginkan berkomunikasi dengan ibunya. "Yang penting saya ingin dengar suara Ibu dulu," kata Azis sambil memandangi surat terakhir dari ibunya itu.

Sementara itu, Rieke menyayangkan tidak adanya pendampingan hukum oleh pemerintah selama Bidayati menjalani persidangan. Apalagi, menurut pengakuan Bidayati, ia tidak tahu menahu tentang titipan bungkusan dari orang yang baru dikenalnya, yang ternyata berisi heroin. "Lepas benar atau salah, negara wajib memberikan pendampingan hukum kepada warga negaranya. Negara tidak hadir justru ketika rakyatnya membutuhkan," kata Rieke.

Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat, membantah pemerintah tidak melakukan pendampingan hukum. "Ada legal aid dari KJRI sana," kata Jumhur yang tidak bisa menjelaskan secara rinci proses bantuan hukum tersebut.

Jumhur menambahkan, di China ada 22 orang WNI, di antaranya TKI, yang terancam hukuman mati. Dua orang masih dalam penyidikan, empat dalam persidangan, delapan orang diremisi menjadi hukuman seumur hidup dan delapan orang masih dalam proses remisi. "Semuanya kasus narkoba," ujar Jumhur.

Seperti diberitakan, Nur Bidayati, TKW asal Desa Andung Sili, Mojo Tengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, divonis hukuman mati oleh pengadilan setempat. Bidayati ditangkap di Bandara Baiyun International, Guangzhou, pada 17 Desember 2008, karena kedapatan menyelundupkan sekitar 1 kilogram narkoba jenis heroin.

Bidayati menolak dengan keras tuduhan tersebut. Menurut pengakuan Bidayati di pengadilan dan kepada keluarga, ia sama sekali tidak mengetahui kalau bungkusan yang dibawanya berisi 1 kg heroin. Bukungsan itu dititipkan oleh Peter Arsen, warga negara Ghana, orang yang baru dikenalnya sebelum berangkat ke China.

Dari Indonesia, Bidayati sebenarnya bertolak untuk bekerja di Hongkong. Namun setelah di-PHK oleh majikannya di Hongkong, ia malah dilarikan oleh pihak agensi ke China. Kini Bidayati masih meringkuk di penjara menjalani penundaan eksekusi sampai Maret tahun depan. Menurut hukum Tiongkok, yang dimaksud dengan vonis mati dengan penundaan hukuman 2 tahun adalah jika dalam waktu dua tahun terdakwa menunjukkan penyesalan dan berkelakuan baik, maka akan dipertimbangkan untuk diremisi hukumannya menjadi seumur hidup dengan masa percobaan sepuluh tahun. Setelah masa percobaan sepuluh tahun (total hukuman 12 tahun) terdakwa dapat dipertimbangkan kembali hukumannya untuk mendapatkan pengurangan.

(detiknews)
0 Komentar untuk "TKW Terancam Hukuman Mati di China"

Note: Only a member of this blog may post a comment.